Headlines News :
Home » » antaeus

antaeus


Dalam mitologi Yunani ada seorang tokoh bernama Antaeus. Seorang raksasa kesatria yang tak terkalahkan. Bukan berarti ia tak pernah kalah. Antaeus pernah kalah, bahkan sering kalah. Tapi yang menjadi paradoks adalah, ketika ia kalah, justru Antaeus bertambah kuat.

Ayahnya Poseidon adalah dewa laut. Ibunya, Gaea adalah Dewi Bumi. Antaeus memiliki satu kelebihan yang tak dimiliki oleh para kesatria Yunani lain. Selama ia menginjak bumi, maka bumi akan memberinya kekuatan. Dan ketika ia terbanting ke bumi, semakin keras Antaeus dibanting maka semakin besar kekuatan yang didapatnya dari bumi.

Suatu ketika Antaeus bertemu dengan musuh yang kuat sepadan. Namanya Heracles. Kita lebih mengenalnya dengan sebutan Hercules, ayahnya Zeus, Dewa Langit dan Petir, sedangkan ibunya adalah Alcmene. Karakter Hercules digambarkan sebagai seorang pahlawan dengan kekuatan yang besar dan juga tak terkalahkan.

Terjadilah pertarungan gulat yang sangat hebat antara Antaeus dan Hercules. Pertarungan ini diakhiri dengan kekalahan Antaeus. Hercules mengetahui kekuatan sekaligus kelemahan lawannya. Kekuatannya Antaeus datang dari tanah dan bumi. Kelemahannya ketika terpisah dari tanah dan bumi.

Maka ketika dua jagoan dalam mitologi Yunani ini bertemu, terjadilah pertarungan terakhir bagi Antaeus. Jurus terakhir yang digunakan oleh Hercules adalah, mengangkat Antaeus di atas dua pundaknya dan tak diturunkan lagi. Pelan tapi pasti, Antaeus kehilangan kekuatannya. Pelan tapi pasti, Antaeus menjadi tak berdaya. Pelan tapi pasti, Antaeus hanyalah seonggok raksasa besar yang tak mampu berbuat apa-apa. Sebabnya, Antaeus terpisah dari tanah yang selama ini memberinya kekuatan.

Semoga tidak terlalu pesimis, tapi saya melihat kondisi umat Islam, khususnya di Indonesia, saat ini nyaris seperti Antaeus. Jumlahnya raksasa. Besarnya luar biasa. Bahkan kekuatannya nyaris tak terkira. Tapi kalah, tak bisa berbuat apa-apa karena terpisah dari tanah yang seharusnya dipijak dan memberi daya.

Lebih parah lagi, umat Islam menjadi lemah bukan karena terpisah dari tanah sebab pertarungan dan perjuangan. Pendekar-pendekar umat Islam lemah karena terpisah dari tanah, sebab dimanjakan oleh kenikmatan kuasa dan harta.

Tanah ini haruslah dipijak. Bumi ini wajib didiami. Agar kita mampu merasakan apa yang dirasakan oleh sebagian besar penghuni bumi. Agar kita mampu mendengar apa yang dibisikan orang-orang yang akrab dengan tanah. Dan sesungguhnya, dari bisikan lirih mereka, dari perasaan lara mereka, kita mendapatkan kekuatan yang tiada tara.

Cita-cita besar membuat kita terlena. Terangkat jauh dari bumi dan tanah. Kekuasaan dan ranumnya dunia, membuat kita lebih pandai mencari kilah tentang posisi kita yang sebenarnya lemah, bodoh dan lena.

Suara orang yang akrab dengan tanah, hanya menjadi pelengkap derita. Itu pun sudah mujur, jika tidak dijual menjadi komoditi untuk meraih kuasa.

Ada yang perlu diingat dan harus dibangun kembali, bahwa dalam sejarah kekuatan besar umat ini bukanlah didapatkan dari simpati para pemegang tampuk kekuasaan. Kekuatan umat ini didapat dari keberpihakannya pada golongan yang tidak tersuarakan, the voiceless.

Itulah yang ditanyakan oleh Kaisar Heraclius pada Abu Sufyan ketika dalam perjumpaan mereka di Syam. ”Apakah pengikutnya dari orang-orang lemah atau dari orang-orang terpandang dari golongannya? Apakah jumlah mereka berkurang atau terus bertambah?” tanya Heraclius tentang Rasulullah saw.

”Pengikutnya dari orang-orang lemah, dan setiap hari semakin bertambah,” terang Abu Sufyan.
Kekuatan umat ini ada di bawah, bukan di atas. Kekuatan umat ini pada kaum yang lemah, bukan golongan kaya. Kekuatan umat ini ada pada konsepnya yang sederhana memandang dunia. Bukan mencoba menarik hati dan menyenangkan orang-orang berada. 


Jangan lupa!

Para pemimpin umat ini tak boleh terpisah dari tanah, tempat sebagian besar rakyat, umat dan manusia menginjakkan kakinya. Dari mereka kekuatan umat ini bermula. Dan ridha Allah juga bersama orang-orang yang lemah.

Sungguh jika Rasulullah menghendaki kaya dan kuasa, Jibril telah menawarkan matahari dan bulan di tangan kiri dan kanan. Jibril juga telah menyatakan kesediaan mengubah seluruh pasir di Makkah menjadi emas untuk Nabi Muhammad seorang. Tapi Rasulullah memilih sehari lapar, untuk bisa bersabar. Sehari lagi kenyang, agar mampu memanjatkan kesyukuran.

Lalu, apakah ada contoh yang lebih baik dari Rasulullah?!


artikel ini ditulis oleh herry nurdi (presiden TWG, penulis, mantan Pimred Majalah Sabili)
Share this post :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. irakbuzz - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger